Bagaimana Sih Unik Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan ?
Unik Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan – Bulan Ramadan merupakan bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia. Pasalnya, bulan ke-9 dari kalender Hijriah tersebut menyimpan berbagai makna penting dalam ajaran Islam. Salah satunya adalah sebagai bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an dan bulan penuh berkah serta ampunan.
Selama bulan Ramadan berlangsung, seluruh umat Muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama 30 hari dan merayakan kemenangannya. Pada perayaan Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal dalam kalender Hijriah.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Tentunya bulan puasa selalu disambut dengan begitu meriah oleh berbagai masyarakat di penjuru Nusantara. Perbedaan ragam suku dan budaya tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Indonesia untuk merayakan datangnya bulan suci dengan keunikannya masing-masing, layaknya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna ‘berbeda-beda, tapi tetap satu’.
Berikut Ini Adalah Beberapa Tradisi Untuk Menyambut Bulan Ramadhan :
1. Munggahan, Jawa Barat
Tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Jawa Barat ini berasal dari bahasa Sunda, yang berarti “sampai ke”. Masyarakat Jawa Barat memaknai tradisi Munggahan sebagai sampainya mereka di bulan Ramadan. Oleh karena itu, Munggahan kerap dilakukan pada akhir bulan Syakban atau beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadan.
Tradisi yang sudah ada sejak masuknya ajaran Islam di tanah Sunda tersebut dilaksanakan dengan botram atau makan bersama, saling meminta maaf, bersilahturahmi ke rumah keluarga serta kerabat, dan melakukan bebersih di tempat ibadah dan makam keluarga. Munggahan dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah serta untuk upaya membersihkan diri dari hal-hal buruk sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
2. Nyorog, Betawi
Tradisi Betawi yang disebut dengan Nyorog dilakukan dengan membagikan bingkisan kepada saudara-saudara sebelum memasuki bulan puasa dan juga sebelum Idulfitri. Tradisi yang dilakukan oleh warga Betawi di Jakarta ini umumnya berawal dari anggota keluarga termuda yang mengunjungi saudara-saudaranya yang lebih tua dan orang yang dituakan di kampungnya, lalu membagikan bingkisan berupa sembako dan makanan khas Betawi.
Dahulu, bingkisan yang dibagikan ketika melakukan Nyorog diletakkan di dalam rantang yang terbuat dari anyaman daun pandan. Namun, seiring perkembangan zaman, kini masyarakat betawi menggunakan rantang besi atau kotak makan untuk membagikan bingkisan Nyorog. Makanan khas Betawi yang sering dibagikan saat tradisi Nyorog di antaranya adalah sayur gabus pucung, ikan bandeng, dan olahan daging kerbau.
3. Meugang, Aceh
Meugang menjadi salah satu tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh sebelum memasuki bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Tradisi ini lahir pada masa Kerajaan Aceh, yakni sekitar tahun 1607-1636 Masehi. Kala itu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar dan membagikan dagingnya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur dan tanda terima kasih kepada rakyatnya. Alhasil, tradisi ini pun mulai mengakar di antara masyarakat dan dilaksanakan dalam menyambut hari-hari besar umat Islam hingga saat ini.
Meugang dilakukan dengan memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu. Tak jarang daging yang sudah dimasak dibagikan masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan.
4. Malamang, Sumatera Barat
Malamang merupakan salah satu tradisi turun-temurun masyarakat Sumatra Barat yang dilakukan oleh kaum ibu-ibu dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Sesuai namanya, Malamang memiliki arti memasak lamang, yakni sajian yang terbuat dari beras ketan putih dan santan yang dikukus di dalam batang bambu muda.
Tradisi yang telah dilakukan sejak ratusan tahun silam berawal ketika Syekh Burhanuddin, pembawa ajaran Islam di Minangkabau, tengah bersilaturahmi ke rumah penduduk dan menyarankan masyarakat untuk menyajikan lamang ketika membagikan makanan kepada satu sama lain agar menghindari makanan haram.
Di daerah Pariaman dan Agam. Tradisi ini masih sangat melekat di masyarakat dan bahkan menjadi tradisi yang tidak hanya dilakukan ketika menjelang bulan puasa. Namun juga di berbagai perayaan besar maupun acara keluarga. Tujuan dari tradisi unik ini adalah untuk berkumpul bersama sanak saudara serta mempererat tali kekeluargaan.
Baca Juga : Mari Mengenal Zakat (Zakat Fitrah & Mal)
5. Apeman, Yogyakarta
Tradisi Apeman rutin dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat Yogyakarta menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Sebagai kota destinasi wisata kelas dunia. Tradisi yang mulanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan syukur kepada Yang Maha Kuasa ini juga digelar di Jalan Malioboro dan Jalan Sosrowijayan untuk menjadi daya tarik wisatawan.
Tradisi ini dilakukan dengan membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Yang dimulai dari proses ngebluk jeladren atau membuat adonan. Kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem atau memasak apem. Tradisi Apeman dipimpin langsung oleh permaisuri sultan, dan diikuti bersama oleh para perempuan dari keluarga keraton lainnya.
6. Dugderan, Semarang
Tradisi Dugderan kini tidak hanya menjadi tradisi yang dilakukan oleh umat Muslim di Semarang menjelang bulan puasa saja. Namun telah menjadi sebuah festival tahunan yang menjadi ciri khas kota Semarang. Festival ini pun dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat yang tinggal di kota Semarang dan dilakukan untuk merayakan keanekaragaman etnis, budaya, kuliner, dan seni yang ada di Semarang.
Istilah Dugderan berasal dari kata “dug” yang merupakan suara dari bedug dan deran yang berarti suara mercon, sebagaimana perayaan tersebut identik dengan arak-arakan yang diwarnai oleh suara bedug dan mercon. Tradisi yang telah bergulir di Semarang sejak tahun 1882 tersebut dimeriahkan dengan Karnaval Warak Ngendog yang merupakan simbol hewan menyerupai kambing dan berkepala naga. Karnaval yang berawal dari halaman Kantor Balai Kota sampai Masjid Agung Semarang tersebut nantinya akan dilanjutkan dengan pembacaan suhuf halaqah dan penabuhan bedug.
7. Pacu Jalur, Riau
Pacu Jalur merupakan salah satu tradisi unik yang digelar oleh masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau menjelang bulan Ramadan dengan perayaan serupa pesta rakyat. Tradisi ini sendiri dilakukan dalam bentuk perlombaan mendayung perahu yang terbuat dari kayu pohon. Istilah Pacu Jalur sendiri datang dari kata Jalur yang berarti perahu dalam bahasa penduduk setempat.
Tradisi ini dilakukan tiap tahunnya di Sungai Batang Kuantan, yang telah digunakan sebagai jalur pelayaran sejak abad ke-17. Perlombaan yang selalu digelar dengan sangat meriah ini dipercaya sebagai puncak dari seluruh kegiatan, upaya, dan keringat yang dikerahkan oleh penduduk setempat dan dilakukan sebagai penghibur dari rutinitas sehari-sehari sebelum memasuki bulan Ramadan.
Nah, Ingin Tahu Mengenai Informasi Unik dan Menarik Lainnya?KlikDisini Untuk Mendapatkan Informasi Terupdate dan Menarik Lainnya.